Jumat, 13 November 2015

Untuk Kau yang Merindu

Dia kembali lagi, Der!
Dia bahkan tersenyum kepadaku. Aku harus apakan perasaan ini?
***
Bara kemarahan masih membakar, menghangatkan tetesan air mata yang terus keluar dari sudut matanya. Aku dapat merasakan tatapan kesedihan dari wajah sayunya, lengkap dengan bekas aliran air mata yang masih belum kering. Bola matanya mencoba menatapku susah, terbias genangan air mata di bulu matanya, dan kesembaban yang makin terlihat jelas. Mulutnya masih melantunkan isakan isakan kecil sambil terus bercerita. Satu kata, dua kata, ia coba ucapkan walau dengan getaran.

Aku memang tak ikut merasakan perihnya. Namun menyembuhkan robekan di relung hatinya membuatku ikut bergidik ngeri. Aku bukan siapa siapa di sini, tapi dia temanku- temanku yang kau buat menangis. Tak bolehkah kemarahan juga membuncah di dadaku?

Ia gadis yang tabah. Memendam rasa dibalik tawa candanya. Sendiri. Ia menyimpannya sendiri tanpa pernah mau berucap. Tak jarang ku mencemoohnya, bukan karena ku ingin menambah dalam luka di hatinya, tapi ku ingin dia terlatih bukannya terus tertatih. Aku ingin dia terlatih dengan segala resiko yang ada dalam pilihannya. Tanpa harus ada isakan dan air mata lagi.

Dia bahkan tak tahu siapa yang menyakiti dan disakiti di sini. Yang ia tahu hanyalah “aku seorang gadis yang jatuh cinta pada pria yang tak pernah mencintaiku. Aku seorang gadis, aku tak bisa mengungkapkan ini dahulu”.

Berpindah ke lain hati? Ku pikir dia sudah bosan mencobanya. Dan dia juga bosan menelan kegagalannya. Pindah ke lain hati seakan perjalanan yang butuh bermil-mil jaraknya, dan berjam-jam waktunya. Jangan kira ia tak pernah mencoba, ia bahkan sempat menempuh setengah perjalanannya. Namun seulas senyum dari prianya seolah meruntuhkan perisai yang telah ia bangun begitu lama.

Rona itu kembali terlihat di wajahnya. Rona merah yang diselingi senyuman tipis setiap ia membicarakan prianya padaku. Rona merah yang otomatis muncul ketika ia berpapasan dengan prianya. Hei, bahkan mereka hanya saling menyapa. Namun itu bisa membuat gadis ini tersenyum sepanjang hari. Dalam hati aku hanya bergumam, jadi ini jatuh cinta.

Dan inilah pilihannya. Menanti prianya walau tak tahu apakah cerita ini berakhir bahagia atau bercucuran air mata. Yang perlu kau ingat hanyalah aku akan selalu bersedia membawakan lentera untuk penerangmu, aku selalu bersedia mendengar segala keluh kesalmu, walau terkadang jengkel dengan dirimu yang terkesan bodoh karena mengulangi kesalahan yang sama, namun aku akan selalu ada untuk menjadikanmu sesaat lupa tentang segala masalahmu.

Pendengar setiamu,

Derina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar