Hai Neptunus,
Lama tak menjumpaimu, bahkan tuk sekedar
menyebut namamu. Maaf.
Tahukah?
Tiba tiba alunan debur ombakmu terlintas di
sela-sela pikiranku. Maaf karena ku hanya merindumu dalam diam, sembari
membayangkan betapa tenangnya berada di rengkuhanmu. Bersama sinar rembulan
yang sayup sayup terlihat di antara agungnya sang surya. Berteman kicauan
burung yang menari di atas kerudungku yang tertiup anginmu. Ah, aku rindu
suasana pantai dengan pasir putihnya yang lembut dan— hangat. Hangat karena paparan
matahari yang terserap.
Aku bahkan rindu untuk menangis. Gila
bukan? Ada seorang gadis yang merindukan menangis, bukannya bahagia.
Aku rindu menangis di antara sunyinya
persembunyianmu. Hanya merasa tenang, walaupun segala keluh kesalku hanya
terjawab dengan bahasa bahasa alam yang tak pernah ku pelajari, tak pernah ada
dalam memori otakku, dan tentu saja tak bisa ku mengerti.
Aku rindu melihat pantulan sinar rembulan
di hamparan air asinmu yang menggelap karena menyesuaikan diri dengan sayupnya
warna langit malam. Berteman dingin yang menusuk tulang.
Percaya tentangmu mungkin menjadi hal gila.
Namun ada tidaknya dirimu, aku percaya kau memang selalu menjaga ciptaan-Nya,
kerasnya karang, kokohnya deburan ombak, dan megahnya pantai yang selalu dan
selalu ku rindukan.
Sampaikan salamku pada
semua!
Gadis yang selalu
merindumu,
Derina