Minggu, 17 April 2016

Bulan....

Mojokerto, 08 Maret 2016

Selamat malam untukmu, Bulan.

Yang kini sangat sering disebut bersama pendambanya, Matahari. Banyaknya berita tentang gerhana matahari esok hari membuatku sedikit berpikir.  Aku menemukan satu lagi alasan mengapa matahari begitu mendamba bulan. Karena bulan mampu membuat sang mentari terlihat lebih megah. Dan mereka mengajarkanku bahwa waktu tak sekejam yang aku kira. Waktu tak akan mengkhianati sebuah penantian. Setelah bertahun tahun menunggu, akhirnya mereka bertemu. Sang mentari dan idamannya, bulan, yang akhirnya dapat saling menatap lurus.

Dan bulan, aku masih pengagummu.
Terlintas di pikiranku, mengapa kau mau menjadi bayangan hitam yang bahkan tak dieluh eluhkan saat sang mentari sedang didamba semua orang? Lalu kau pergi dan kembali tak terlihat. Kembali menanti hingga waktu itu tiba lagi.

Ingatlah bulan, jika matahari akan terus mendambamu.
Matahari ingin kau tahu bahwa ia begitu mengagumimu. Ia merindumu. Ia menunggu tawamu lagi. Ia menunggu kau kembali. Tak apa jika bukan padanya, minimal kau bahagia. Karena sejak awal, sang mentari tahu bahwa ia tak akan pernah mendapatkanmu.




Yang akan selalu menunggumu,


                 Matahari    

Kenapa Kau Suka Hujan?

Kenapa kau suka hujan? Seperti anak kecil saja.
Kenapa kau takut gelap? Dasar penakut.

***

Aku mencintai hujan karena ia membawa ketabahan. Ketabahan untuk terus terjatuh, walaupun mungkin rasanya sangat sakit, yang terpenting ia telah menyelesaikan amanah yang telah Tuhan percayakan kepadanya.

Aku mencintai hujan karena ia membawa kesabaran. Sabar mendengar celotehan mereka yang selalu merindu saat ia tak datang, namun selalu mengeluh ketika ia mulai rela untuk terjatuh. Bisakah kalian bayangkan sakitnya?

Aku mencintai hujan karena ia membawa kejujuran. Ia membuatku tak bisa berkutik. Ia membuatku harus mengakui bahwa aku sedang merindu.
Jika aku mencintai sesuatu, aku akan mencintai segala yang ia miliki. Aku akan mencintai dengan segala resikonya. Tak mungkin bukan jika aku hanya mencintai hujan tanpa mau merasakan gelapnya mendung dan gemuruhnya petir?


Aku memang takut gelap dan aku tak tahu mengapa. Tapi aku akan melawan rasa takutku sendiri untuk mendapat hal yang ku cintai setelahnya. Seperti aku yang mencintai hujan beserta gelapnya mendung dan gemuruh petir. Seperti aku yang mencintaimu dengan segala resiko yang akan ku hadapi. Seperti aku yang mencintaimu dengan segala baik burukmu, lebih kurangmu, dan segala halangan yang merintang.


Minggu, 24 Januari 2016

Tenang, Aku Pandai Memendam

Namaku Derina.

Tuhan menciptakanku dengan formula khusus dan aku percaya itu.  Aku tak pernah sibuk hanya untuk mencari keunikanku, karena saat itulah aku merasa eksklusif, dibandingkan dirimu dan mereka semua. Aku percaya Tuhan telah menyelipkan sebuah kado untukku suatu hari nanti, jadi kalian harus tahu jika aku tidak terlahir hanya karena euforia orangtuaku dulu. Huh.

Kalian semua harus tahu! Tuhan membuatku menjadi gadis yang tangguh dan pandai. Terserah kau berkata apa. Aku memang pandai. Pandai menyimpan kekesalan, masalah, dan perasaan. Yang penting "pandai" bukan?

Aku memang gadis yang pandai memendam. Inilah cara Tuhan membuatku dekat padaNya. Dengan memberi kekurangan, ah tidak, kurasa ini kelebihan. Kelebihan untuk menyelesaikan perasaanku sendiri, tanpa membuka mulut ke makhluk sejenisku yang lain. Berbicara dengan Tuhan itu seru, kau tahu? Aku bisa bercerita tanpa durasi, aku bisa tertawa lalu menangis lalu tertawa lagi seperti orang gila. Dan terbangun dengan mata sembab keesokan harinya. Tunggu, kurasa ini sedikit berlebihan. Terdengar seperti orang yang.. hm.. kecanduan kokain? Tidak.

Ok. Kita kembali.

Aku suka. Aku tak harus merepotkan orang lain untuk merentalkan gendang telinganya demi mendengarkan ceritaku yang mungkin akan menggunung, belum lagi jika ditambah dengan rowengan dan air mataku. Kau pasti akan bosan! Tak usah mengelak, aku pasti juga akan bosan jika kau lakukan itu terus menerus padaku.